Markup Curriculum Vitae & Implikasinya
Suka atau tidak, di jaman yang serba susah ini, kesesuaian bidang keahlian dengan lingkup pekerjaan yang dihadapi sudah tidak dihiraukan lagi. Yang terpenting bagi kebanyakan kita adalah mendapatkan pekerjaan dan berusaha untuk tidak di-rumah-kan.
Di sisi lain, perusahaan atau penyedia pekerjaan menuntut karyawannya bekerja secara profesional. Hal ini dapat kita lihat pada informasi lowongan pekerjaan yang mereka iklankan di berbagai surat kabar. Mereka menuntut pelamar pekerjaan yang lebih berpengalaman di bidangnya, mempunyai prestasi akademik dan non akademik yang bagus dan sebagainya.
Namun banyak perusahaan yang justru menjadi kurang rasional dalam mengajukan spesifikasi keahlian yang harus dipenuhi oleh pelamar pekerjaan, namun sayangnya tidak sebanding dengan gaji, tunjangan dan berbagai fasilitas yang ditawarakan.
Saya pernah mendapati iklan lowongan perkerjaan seorang programmer dengan spesifikasi sebagai berikut:
- S1 di bidang Teknik Informatika / Teknik Komputer
- IPK minimal 3.0
- Menguasai seluk beluk networking
- Menguasai sistem operasi Windows dan Linux
- Menguasai pemrograman Vsual Basic, C, Delphi
- Menguasai pemrograman web ASP dan PHP
- Menguasai scripting seperti Bash, Perl
- Menguasai MS Access, MS SQL Server, mySQL Server
- Menguasai Adobe Photoshop
- Berpengalaman minimal 2 tahun
Yang sungguh mengejutkan adalah bahwa semua persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh calon pelamar. Well..?? ini lowongan pekerjaan kok menuntut pelamarnya menguasai banyak keahlian, dijamin hanya sedikit yang berminat, apalagi gaji yang belum tentu besar. Komentar rekan saya ketika membaca iklan tersebut adalah “Wah, masih kurang satu persyaratan. Memiliki sertifikasi resmi yang dikeluarkan oleh Microsoft, Cisco, dsb” !
Dan malangnya, tren penuntutan banyak keahlian tersebut sudah banyak diterapkan. Lalu bagaimana dengan pelamar pekerjaan yang kemampuannya terbatas? Mau tidak mau, suka tidak suka, banyak yang melakukan manipulasi Curriculum Vitae (CV). Mereka menambahkan berbagai penguasaan keahlian yang sebenarnya tidak mereka kuasai, bahkan kenal pun belum tentu.
Dan akibatnya, CV yang mereka ajukan sangat heboh, menerangkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang yang expert. Wow. Namun hal tersebut menjadi bertolak belakang ketika proses interview. Banyak hal yang dapat digali mengenai penguasaan pelamar terhadap suatu bidang pada saat proses interview, dan yang banyak terjadi adalah bahwa kebanyakan pelamar mengaku bahwa mereka hanya sekedar mengetahuinya saja!
Kalaupun mereka lolos dari proses interview, belum tentu mereka dapat bekerja dengan baik karena disinilah karyawan harus menunjukkan keahlian teknis yang sebenarnya, apakah sesuai dengan yang mereka cantumkan pada CV atau tidak.
Saya pernah mengalami beberapa hal yang sangat memprihatinkan. Saya pernah menjumpai lulusan D3 di bidang informatika yang hanya bekerja satu hari saja, karena ia dipecat pada hari pertama ia bekerja. Ternyata masalahnya adalah menghapus file lewat console / command prompt saja tidak bisa. Sangat bertolak belakang dengan CV mereka.
Kasus lain, saya pernah diskusi dengan seseorang yang telah mendapatkan sertifikasi MCP, MSCE dari Microsoft. Namun ternyata setelah saya selidiki, sertifikasi yang didapatkan bukan karena keahliannya, namun mereka lulus karena sudah mempelajarinya dari bank soal. Mereka hanya menghafal soal dan jawaban yang benar tanpa mengetahui permasalahan dan kondisi dan pengalaman teknis yang sebenarnya. Parahnya, sertifikasi yang mereka dapat itu hanya MCP saja, tapi di dalam CV, mereka tulis MCSE, MCDBA, MVP yang sebenarnya milik rekan mereka yang benar – benar expert.
Jadi, disini CV tidak bisa dijadikan dasar yang kuat untuk menentukan apakah pemilik CV benar – benar memiliki keahlian seperti yang tertera di dalamnya. Proses interview memegang peranan yang cukup penting untuk menentukan diterima atau tidak seorang pelamar.
Berbicara masalah prestasi akademik, menurut saya prestasi akademik tidak banyak mempengaruhi keahlian seseorang. Saya memiliki teman yang IPK nya di atas 3, tapi ternyata kemampuannya tidak seberapa. Sebaliknya, saya juga memiliki teman yang sampai saat ini pun kuliah S1 nya belum lulus, tapi dia sudah menjadi administrator di sebuah perusahaan telekomunikasi terkemuka di negara kita. Namun saya juga memiliki teman yang prestasi akademik dan keahliannya seimbang, bahkan boleh saya katakan luar biasa, sepanjang perkuliahan, dia hanya mendapat nilai B satu kali, selain itu selalu nilai A. Sekarang dia sedang melanjutkan studi S3 di Australia.
Saya bahkan pernah menjumpai seorang lulusan ‘ekonomi’ mempunyai keahlian coding yang luar biasa, lebih unggul dibandingkan rekan saya yang lulusan informatika.
Seseorang yang sukses di bidang akademik belum tentu sukses di dunia nyata. Di dunia nyata, untuk dapat meraih sukses tergantung dari banyak faktor, antara lain kreativitas untuk maju dan berkembang, pengalaman, kesabaran dan tentu saja faktor Tuhan.
gila man… heboh banget topik loe.. tapi man, gw setuju ama loe…
emang kebanyakan kenyataannya begitu ^_^